Sabtu, 10 Desember 2016

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN PENANGANAN EDUKASI

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN PENANGANAN EDUKASI
Oleh :  Didiy B. Sukardin


PENGANTAR
Gangguan pertumbuhan yang dapat dideskripsikan dalam bentuk kelainan, adalah perawakan tubuh pendek, kretinisme, hipotiroidisme kongenital, retardasi mental, kelainan pendengaran, dan sebagainya.   Meskipun ada juga gangguan pertumbuhan yang tidak dalam bentuk kelainan yang menjadi kajian dalam pendidikan luar biasa/pendidikan khusus, seperti gangguan gonad atau gangguan kelenjar kelamin, kriptorkdismus atau testis yang tidak turun ke bawah, berat badan sangat kurang, dsb.
Gangguan pertumbuhan memiliki korelasi dengan kejadian kelainan, karena keduanya dapat saling memberikan pengaruh. Artinya gangguan pertumbuhan dapat menyebabkan seseorang menjadi kelainan,  demikian sebaliknya kelainan organ tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan.
Gangguan perkembangan pada setiap anak pada akhirnya akan bermuara pada dua kemungkinan, yang satu sama lain tidak dapat diduga sebelumnya. Kedua kemungkinan itu adalah (1) kembali normal dan mampu mengejar ketertinggalam perkembangan, misalnya dari belum mampu berbicara,  setelah diterapi dan distimulasi dalam waktu tertentu akhirnya anak dapat berbicara.   Anak sekarang sudah tidak mengalami gangguan perkembangan bicara.  (2) gangguan perkembangan yang berakhir menjadi menetap dalam bentuk kelainan. Kondisi kelainan  ini walaupun diberikan rehabilitasi dan habilitasi dalam kurun waktu tertentu, kelainannya tetap ada, meskipun kemampuan yang bertambah menjadi baik.  
Apabila ditemukan adanya satu proses perkembangan yang terhambat, terganggu, atau bahkan terpenggal, dan kemudian dibiarkan maka untuk selanjutnya sulit mencapai perkembangan yang optimal.

Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.    Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus.  Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.


TERMINOLOGI
Dalam  dunia pendidikan khusus (ortopedagogik), kekeliruan dalam mendefinisikan kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) kemungkinan besar pelayanan yang diberikan akan salah juga.
Kebanyakan dari masyarakat memahami bahwa ABK sama dengan anak cacat (defective), anak penyandang ketunaan (handicapped children), dan anak luar biasa atau berkelainan (exceptional children). Padahal, konsep pengertian ABK jauh berbeda dengan tiga istilah lainnya. perbedaan dari ketiganya berimbas pada perbedaan bentuk pelayanannya.
Jika kita kembali pada perkembangan istilah anak yang menerima pelayanan khusus, kita akan mendapatkan perubahan istilah anak cacat menuju anak luar biasa, dan kini berubah lagi menjadi anak berkebutuhan khusus atau yang biasa disebut ABK. Mengapa sebutan untuk anak yang menerima pelayanan khusus terus berubah? Hal ini dikarenakan ruang lingkup anak yang menerima pendidikan khusus lebih dispesifikkan.
Dulu, istilah anak cacat  digunakan untuk menyebut setiap anak yang berbeda dengan kebanyakan anak pada umumnya.   Dan, setiap anak yang belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) pasti dikategorikan ke dalam anak cacat.
Kemudian, istilah anak cacat berubah menjadi anak berkelainan atau anak luar bisa. Pada awalnya, perubahan istilah ini didasarkan pada penghalusan istilah. Meskipun istilahnya sudah berubah dan mengalami penghalusan, anak-anak yang mendapatkan layanan khusus di SLB tetap dikatakan sebagai anak berkelainan atau anak luar biasa.
Istilah ini bertahan cukup lama, akan tetapi masih banyak kalangan yang memahami bahwa anak yang bersekolah di SLB pasti anak cacat atau anak luar biasa yang lebih berkonotasi negatif. Padahal, jika kita amati lagi, tidak semua anak yang belajar di SLB adalah anak cacat atau anak luar biasa. Sebagai contohnya adalah anak-anak dengan kesulitan belajar.  Anak kesulitan belajar bukanlah anak yang memiliki kecacatan atau kelainan pada fisik maupun intelegensi mereka. Selain itu anak dalam kategori dengan  kecerdasan luar biasa tinggi dan memiliki bakat juga masuk dalam anak luar biasa yang tidak memiliki kelainan atau kecacatan.
Jadi, selain mengalami penghalusan, pergeseran istilah anak cacat menuju anak berkelainan atau anak luar biasa ikut mengalami pergeseran ruang lingkup.   Jika istilah anak cacat meliputi anak-anak dengan keterbatasan fisik, anak luar biasa adalah anak-anak yang memiliki kemampuan kurang atau melebihi anak pada umumnya.
Untuk lebih menspesifikkannya lagi, muncullah istilah baru dalam dunia ortopedagogik untuk anak-anak yang menerima pelayanan khusus, yaitu Anak Berkebutuhan Khusus yang selanjutnya disebut ABK.  Berbeda dengan dua istilah sebelumnya, penggunaan istilah ABK lebih spesifik pada kondisi anak dan proses interaksi yang harus dilakukan pada ABK.
Seorang anak dikatakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apabila anak tersebut memiliki tiga ketentuan berikut; (1) anak memiliki penyimpangan berarti dari anak pada umumnya (kurang atau melebihi anak pada umumnya), (2) penyimpangan tersebut membuat anak mengalami hambatan dalam kesehariannya, dan (3) karena hambatan tersebut seorang anak membutuhkan pelayanan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus  menurut Heward adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umunya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Sebutan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dirujuk dari hasil kesepakatan internasional tentang pendidikan untuk semua (education for all) yang dipertajam dalam Framework for Action on Special Needs Education  (Salamanca statement 1994). Inti kesepakatan ini mengedepankan perhatian pada upaya pemenuhan kebutuhan khusus dalam pendidikan. Sedangkan konsep yang telah ada sebelumnya dengan sebutan anak berkelainan cenderung lebih menekankan pada perbedaan karakteristik anak dibanding anak normal sebaya.

JENIS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki berbagai jenis, seperti yang dikemukakan oleh Program Direktorat Pembina SLB, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas (2006 :10) yaitu :
A.  Tunanetra,
B.  Tunarungu,
C.  Tunagrahita,
C. Tunagrahita Ringan (IQ = 50 – 70)
C1: Tunagrahita Sedang (IQ = 25 – 50)
C2: Tunagrahita Berat (IQ = < 25)
D.  Tunadaksa,
D. : Tunadaksa Ringan
D1 : Tunadaksa Sedang
E.  Tunalaras,
F.  Tunawicara,
G.  Tunaganda.
H.  HIV AIDS
I.   Gifted : Potensi Kecerdasan Istimewa (IQ >125)
J. Talented : Potensi Bakat Istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico- mathematic, Visuo-spatial, Bodily-Kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual)
K. Kesulitan Belajar (a.l Hyperaktif, ADD/ADHD) Disleksia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/Motorik
L.  Lambat Belajar (IQ = 70 – 90)
M.  Autis
N.  Korban Penyalahgunaan Narkoba
O.  Indigo




LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Pendidikan khusus  yang didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari siswa berkebutuhan khusus. Pendidikan itu untuk mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki.  Tujuan pendidikan khusus antara lain:
1.   Untuk mengembangkan kehidupan anak didik & siswa sebagai pribadi
2.    Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai anggota masyarakat
3.    Mempersiapkan siswa untuk dapat memiliki keterampilan sebagai bekal memasuki dunia kerja
4.    Mempersiapkan anak didik dan siswa untuk megikuti pendidikan lanjutan

Layanan  pendidikan khusus antara lain :
a.      System pendidikan segregasi
System pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari system pendidikan anak normal. Penyelenggaraan system pendidikan segregasi di laksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaran pendidikan untuk anak normal. Keuntungan system pendidikan segregasi :
 -   Rasa ketenangan pada anak luar biasa
 -   Komunikasi yang mudah dan lancar
 -   Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan
     anak
 -   Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa
 -   Sarana dan prasarana yang sesuai
Kelemahan system pendidikan segregasi :
-   Sosialisasi terbatas
-   Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal

b.      System Pendidikan Integrasi
System pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.
Keuntungan System Integrasi :
-  Merasa di akui haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh  pendidikan
-    Dapat mengembangkan bakat ,minat dan kemampuan secara optimal
-    Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal
-   Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
-    Harga diri anak luar biasa meningkat

c.      Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus)
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, di antaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.   Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat.  Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.

PENDIDIKAN INKLUSIF MENJAWAB KEUNIKAN ANAK
Gagasan Sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)  dalam satu sekolah.  Pendidikan inklusi  menyiapkan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),  tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak. 
Mengingat  pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak.

Landasan Yuridis Pendidikan Inklusi
1.  Konvensi PBB tentang Hak anak tahun 1989.
2.  Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.
3.  Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.
4.  UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
5.  UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
6.  PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
7.  Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004.
8.  PERMENDIKNAS NO 70 TAHUN 2009 TENTANG INKLUSI

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusi
Lingkup Pengembangan Kurikulum Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:
1. alokasi waktu,
2. isi/materi kurikulum,
3. proses belajar-mengajar,
4. sarana prasarana,
5. lingkungan belajar, dan
6. pengelolaan kelas.
Pengembang Kurikulum  Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
Contoh Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan :
1.      Modifikasi alokasi waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam.  Untuk Anak Berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam; Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, dan seterusnya.
2.      Modifikasi isi/materi
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat.  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.  Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
3.      Modifikasi proses belajar-mengajar
Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal.  Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan perbedaan individual setiap anak. Lebih terbuka (divergent); Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain. Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair.  Melalui kompetisi, anak akan berusaha seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik,  “aku-lah sang juara”!. Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya  akan berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois. Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang dengan baik. Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan berkembang harmonis.  Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswA.  Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan. Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran. Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.  Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.

RUJUKAN  : 

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization and Ministry of Education and Science. (1994, June). Final Report. World Conference on Special Needs Education: Access and Quality. Salamanca, Spain.

Suparno. 2007. Bahan Ajar Cetak: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional (2002) Buku pedoman pelayanan pendidikan bagi anak autistik.   Jakarta: Depdiknas